JAKARTA, WWF merilis laporan keempat Sustainable Finance Regulations and Central Bank Activities (SUSREG) 2024 yang menyoroti integrasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam kebijakan sektor keuangan di 52 negara. Laporan ini menggarisbawahi peran institusi finansial, termasuk perbankan, dalam memobilisasi pendanaan untuk investasi berkelanjutan.
WWF-Indonesia juga memaparkan hasil laporan Sustainable Banking Assessment (SUSBA) 2024 yang mengukur perkembangan sektor perbankan berkelanjutan di Indonesia. Hasilnya menunjukkan efektivitas penerapan regulasi dan meningkatnya perhatian industri perbankan terhadap risiko serta strategi pengelolaan iklim.
Penguatan Manajemen Risiko Iklim di Indonesia
Dalam laporan SUSREG 2024, terdapat peningkatan signifikan dalam manajemen risiko iklim di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan serangkaian panduan risiko iklim, sejalan dengan meningkatnya ekspektasi regulator terhadap penerapan strategi dan manajemen iklim di sektor perbankan. Laporan ini juga mencatat peningkatan pada aspek kepatuhan, manajemen risiko, serta audit internal terkait risiko iklim.
Sementara itu, laporan SUSBA 2024 menunjukkan bahwa 75% dari 11 bank yang dievaluasi telah mencapai tahap rekognisi, dengan lebih dari 50% bank memasuki fase implementasi. Sebanyak tujuh dari 11 bank telah melakukan analisa risiko iklim dan mulai mengembangkan strategi pengelolaannya.
Peran Bank Sentral dan Insentif Keuangan Berkelanjutan
Dari sisi bank sentral, laporan SUSREG mencatat penerapan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) 11/2023 yang mengatur kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Kebijakan ini memungkinkan Bank Indonesia memberikan insentif dalam bentuk pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan pembiayaan ke sektor ramah lingkungan. Hal ini mendorong berkembangnya instrumen keuangan hijau, seperti green bonds dan sustainability-linked loans, dengan total nilai mencapai Rp52 triliun pada akhir 2024.
Meski demikian, WWF menilai bahwa langkah harmonisasi standar dan kriteria keberlanjutan masih diperlukan guna meningkatkan efektivitas pembiayaan hijau.
Tantangan dan Urgensi Keuangan Berkelanjutan
Irfan Bakhtiar, Direktur Iklim dan Transformasi Pasar WWF-Indonesia, menekankan pentingnya penguatan infrastruktur dan kapasitas perbankan dalam menghadapi risiko serta peluang terkait iklim. “Tanpa langkah proaktif, industri perbankan berisiko menghadapi biaya yang lebih tinggi dan tidak terduga,” ujarnya. WWF-Indonesia menyambut baik kebijakan yang telah dikembangkan oleh regulator keuangan, seperti Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) dan insentif ekonomi hijau oleh Bank Indonesia.
Menurut temuan World Economic Forum (WEF), lebih dari 50% PDB dunia bergantung pada kelestarian alam. Sementara itu, laporan United Nations Environment Programme Finance Initiative (UNEP FI) menegaskan bahwa target net zero tidak dapat tercapai tanpa upaya nyata dalam pelestarian alam. WWF-Indonesia juga mencatat bahwa populasi satwa liar global menurun hingga 73% dalam lima dekade terakhir, dengan spesies air tawar sebagai kelompok yang paling terancam.
WWF Dorong Strategi Keuangan Berkelanjutan yang Holistik
Rizkia Sari Yudawinata, Sustainable Finance Lead WWF-Indonesia, menegaskan bahwa pengelolaan risiko iklim dan alam harus dilakukan secara terpadu. “Hal ini sejalan dengan prinsip Do No Significant Harm (DNSH) dalam Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), yang memastikan investasi menuju net zero tidak berdampak negatif pada aspek sosial dan lingkungan,” katanya.
Lebih lanjut, Rizkia menyatakan bahwa instrumen kebijakan moneter seperti GWM dan KLM dapat dioptimalkan untuk mempercepat pembiayaan hijau melalui penyelarasan kriteria dengan TKBI.
Untuk mendukung penguatan pengelolaan risiko iklim dan lingkungan di sektor keuangan, WWF-Indonesia menginisiasi program peningkatan kapasitas bagi industri perbankan. Program ini mencakup adopsi Task Force on Nature-related Financial Disclosures (TNFD) dalam lima tahun ke depan serta penyelenggaraan Indonesia Nature-positive Forum yang dimulai pada akhir 2024. Forum ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan sinergi kebijakan keberlanjutan di berbagai sektor.
Dengan laporan ini, WWF-Indonesia berharap semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat dalam menciptakan ekosistem keuangan yang lebih hijau dan berkelanjutan guna mencapai masa depan yang lebih inklusif dan ramah lingkungan.
