Koltiva Dorong Ketertelusuran Rantai Pasok Demi Kepatuhan EUDR

DENPASAR, Regulasi Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) membawa tantangan besar bagi industri pertanian Indonesia. Aturan ini bertujuan mencegah produk yang terkait dengan deforestasi masuk ke Uni Eropa, sehingga pelaku industri harus memastikan ketertelusuran rantai pasok mereka. Menyikapi hal ini, Koltiva, perusahaan teknologi pertanian yang berfokus pada rantai pasok berkelanjutan, menggelar BeyondTraceability Talks, forum diskusi yang menghadirkan pemangku kepentingan industri untuk membahas strategi kepatuhan terhadap EUDR.

Dalam diskusi ini, Ainu Rofiq, Co-Founder dan Board Member Koltiva, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor guna menghadapi regulasi yang semakin ketat. Hadir pula Diah Suradiredja dari Sekretariat Pengembangan National Dashboard di Kemenko Perekonomian RI serta Insan Syafaat, Direktur Eksekutif PISAgro. Mereka membahas dampak regulasi terhadap ekspor Indonesia serta strategi meningkatkan keberlanjutan dalam rantai pasok global.

Tantangan dan Peluang bagi Indonesia

Meski penerapan EUDR ditunda selama 12 bulan, aturan ini tetap menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Regulasi ini menuntut investasi dalam sistem ketertelusuran, peningkatan kapasitas, sertifikasi, dan teknologi pendukung—hal yang sulit, terutama bagi petani kecil. Namun, Rofiq menegaskan bahwa di balik tantangan ini terdapat peluang besar bagi bisnis yang siap beradaptasi.

"Regulasi ini memang menuntut perubahan besar, tetapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin dalam perdagangan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, petani kecil bisa tetap terlibat dalam rantai pasok global tanpa terpinggirkan," ujar Rofiq.

Solusi Berbasis Teknologi

Sebagai langkah strategis, Koltiva mengembangkan KoltiTrace, platform manajemen rantai pasokan yang memberikan wawasan real-time mengenai asal-usul produk, kepatuhan pemasok, dan risiko keberlanjutan. Dengan dukungan tim agronom dan lapangan, Koltiva tidak hanya menyediakan pelatihan bagi petani tetapi juga melakukan audit keberlanjutan secara langsung.

Rofiq menekankan bahwa kepatuhan terhadap EUDR tidak bisa hanya mengandalkan laporan digital. "Verifikasi di lapangan tetap diperlukan untuk memastikan klaim keberlanjutan benar-benar akurat. Karena itu, kombinasi teknologi dan keterlibatan langsung adalah pendekatan paling efektif."

Meningkatkan Kapasitas Petani Kecil

Lebih dari sekadar kepatuhan, pemberdayaan petani kecil menjadi kunci dalam memastikan daya saing mereka di pasar global. Program pelatihan yang menggabungkan edukasi digital dan tatap muka berperan penting dalam membekali petani dengan keterampilan utama, mulai dari praktik pertanian berkelanjutan hingga pemahaman terhadap regulasi internasional.

"Pendidikan adalah fondasi agar petani kecil tidak tertinggal. Dengan keterampilan yang tepat, mereka bisa meningkatkan produktivitas, menaikkan pendapatan, dan tetap kompetitif di pasar global," tambah Rofiq.

Masa Depan Kepatuhan dan Keberlanjutan

Seiring semakin ketatnya regulasi global, bisnis harus mengambil langkah proaktif dalam memastikan kepatuhan rantai pasok mereka. Menurut Rofiq, perusahaan yang mengedepankan transparansi dan inovasi akan memiliki keunggulan dalam perdagangan internasional.

"Kepatuhan terhadap EUDR bukan hanya tentang regulasi, tetapi juga tentang menciptakan dampak positif bagi petani kecil dan membangun sistem perdagangan yang lebih berkelanjutan. Dengan kombinasi teknologi, keterlibatan lapangan, dan peningkatan kapasitas, kita bisa menjadikan kepatuhan sebagai keunggulan kompetitif," pungkasnya.

Dengan penerapan penuh EUDR yang dijadwalkan pada 2026, waktu semakin mendesak bagi pelaku industri untuk menyesuaikan diri. Kolaborasi lintas sektor akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk tetap bersaing di pasar global sekaligus menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan.