Impact Investing: Solusi Untung Sekaligus Selamatkan Bumi?

Dialog PERSpektif ‘Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi’ menghadirkan sejumlah tokoh pro sustainability seperti (ki-ka) Petrus Gunarso, Pengamat Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Business Development Advisor PT Transportasi Gas Indonesia, Dessi Yuliana, Praktisi Lingkungan dan CEO Carbon X, Fikri Syaryadi, Praktisi Investasi Berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund, Rizky Wisnoentoro, Ketua Program Studi Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia dan Camar Haenda, presenter MNC Media.

JAKARTA, Di tengah meningkatnya kesadaran akan krisis iklim global, investasi berdampak (impact investing) semakin mendapatkan perhatian sebagai solusi potensial dalam mengatasi tantangan lingkungan di Indonesia. Tidak seperti investasi konvensional yang hanya mengejar keuntungan finansial, investasi berdampak mengutamakan keseimbangan antara profitabilitas dan dampak sosial serta lingkungan. Konsep ini menjadi sorotan utama dalam diskusi panel Dialog PERSpektif bertajuk "Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi: Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?"

Dalam forum ini, para pembicara menekankan bahwa investasi berdampak dapat menjembatani kepentingan bisnis yang berorientasi profit dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Dengan meningkatnya tantangan seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya laut, dan pengelolaan limbah, investasi yang mendukung solusi berkelanjutan semakin mendesak. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, dampak negatif terhadap lingkungan akan semakin sulit dikendalikan.

Indonesia, yang pernah dikenal sebagai "paru-paru dunia" karena hutan hujan tropisnya, telah kehilangan lebih dari 1.000 km² hutan dalam periode 2021-2022 akibat deforestasi. Sementara itu, sektor perikanan mengalami kerugian hingga 26 juta ton ikan per tahun akibat praktik penangkapan ilegal. Ironisnya, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan produksi limbah makanan terbesar kedua di dunia. Situasi ini diperburuk oleh peningkatan emisi karbon yang terus berlangsung, berisiko mendorong pemanasan global melebihi 1,5°C.

Dessi Yuliana, Praktisi Lingkungan dan CEO Carbon X, mengungkapkan adanya pergeseran perilaku konsumen, terutama di kalangan generasi muda, yang lebih mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian mereka. “Saat ini terjadi pergeseran fokus di masyarakat, terutama generasi muda, berupa peningkatan kesadaran terhadap dampak sosial dan lingkungan. Konsumen menuntut perusahaan untuk tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan dalam operasionalnya,” ujar Dessi.

Investasi berdampak sendiri mengalami pertumbuhan yang pesat di Indonesia. Menurut data Global Impact Investing Network (GIIN), total aset yang dikelola lewat impact investing secara global mencapai lebih dari USD1,1 triliun (Rp16.927,9 triliun). Sementara itu, Indonesia berhasil menarik investasi sebesar USD1,5 miliar (Rp23,08 triliun), menjadikannya salah satu pasar yang paling aktif di Asia Tenggara dalam sektor ini. Meski begitu, nilai investasi ini masih belum cukup untuk mengatasi berbagai tantangan sosial dan lingkungan yang ada.

Petrus Gunarso, Pengamat Kehutanan dan Lingkungan Hidup, menegaskan bahwa investasi berdampak bertujuan untuk mendukung proyek atau perusahaan yang menciptakan dampak sosial-lingkungan yang terukur. "Investasi ini mengarahkan modal ke sektor-sektor kritis seperti energi terbarukan, perumahan terjangkau, akses kesehatan, pertanian, hingga kehutanan berkelanjutan," jelasnya.

Kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) juga menjadi solusi dalam menghadapi tantangan ini. Fikri Syaryadi, CEO Bumandhala Impact Fund, menyatakan bahwa maraknya investasi berdampak membuka peluang besar bagi pertumbuhan kewirausahaan sosial di Indonesia. Namun, keterbatasan pendanaan masih menjadi hambatan utama dalam pengembangannya. “Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental bisnis dengan tujuan sosial dan lingkungan. Tantangannya adalah memastikan model bisnis ini tetap menguntungkan dan berdampak,” ungkap Fikri.

Untuk mengoptimalkan potensi investasi berdampak di Indonesia, diperlukan infrastruktur dan ekosistem yang mendukung. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan keuangan berkelanjutan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan transisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060. Selain itu, Indonesia Investment Authority juga mengadopsi prinsip ESG dalam pengelolaan investasi, memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan berorientasi pada keberlanjutan.

Rizky Wisnoentoro, Ketua Program Studi Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia, menekankan bahwa meskipun investasi berdampak memiliki imbal hasil yang cenderung lebih lambat dibandingkan investasi konvensional, manfaat jangka panjangnya sangat besar. “Investasi berdampak memberikan peluang bagi investor untuk membangun reputasi dan kepercayaan di kalangan pemangku kepentingan, serta membantu pencapaian target SDGs di Indonesia,” ujarnya.

Di beberapa negara Eropa, investasi berdampak telah menunjukkan hasil positif. Laporan dari Konsorsium Investasi Berdampak Eropa memperkirakan bahwa pada 2022-2024, investasi berdampak di aset-aset yang tidak terdaftar oleh investor swasta telah mencapai €190 miliar, meningkat dari €80 miliar sebelumnya. Indonesia pun berpotensi menjadi pemimpin di pasar investasi berdampak di Asia Tenggara, dengan kontribusi signifikan dalam 20% kesepakatan investasi berdampak di kawasan ini pada periode 2020-2022.

Fikri Syaryadi menutup diskusi dengan optimisme terhadap perkembangan investasi berdampak di Indonesia. “Keberlanjutan harus lebih dari sekadar slogan. Dengan semakin banyaknya investasi berdampak yang tercatat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi contoh di Asia Tenggara. Diperlukan dorongan lebih luas agar kewirausahaan sosial bisa berkembang di berbagai sektor, membuka peluang baru bagi pelaku usaha untuk mewujudkan inovasi mereka,” pungkasnya.*