JAKARTA, Tren pelemahan pasar kripto masih berlanjut. Bitcoin kembali tertekan dengan penurunan mencapai 8,21% dalam sepekan terakhir ke level US$104.000 pada Selasa (4/11/2025), setelah menembus level support di US$108.000.
Penurunan ini memperpanjang catatan negatif Bitcoin yang pada Oktober lalu mencatatkan kinerja bulanan terburuk dalam enam tahun terakhir. Sejak diperdagangkan secara luas pada 2013, Bitcoin hanya pernah mencatat performa negatif di bulan Oktober sebanyak tiga kali, yakni pada 2014, 2018, dan kini pada 2025.
Sementara itu, sejumlah altcoin juga belum mampu lepas dari tekanan. Beberapa aset besar seperti ETH, XRP, BNB, SOL, LINK, DOGE, hingga HYPE kompak turun lebih dari 5% dalam 24 jam terakhir, meski sektor AI dan RWA menunjukkan stabilitas harga yang sedikit lebih baik.
Likuiditas Ketat dan Ketidakpastian The Fed Tekan Pasar Kripto
Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai pelemahan ini dipicu oleh semakin ketatnya likuiditas pasar di tengah meningkatnya sentimen risk-off setelah The Fed belum memberikan kepastian terkait rencana pemangkasan suku bunga pada Desember mendatang.
“Dengan kombinasi likuiditas ketat dan gejolak makro, terlebih di tengah kondisi shutdown pemerintah AS, Bitcoin sebagai aset risk-on mengalami tekanan yang cukup serius,” jelas Fahmi.
Namun, menurut data platform analisis Glassnode, indikator puncak bull market menunjukkan sinyal 100% hold, menandakan belum ada satupun dari 30 metrik yang digunakan yang mengonfirmasi berakhirnya siklus bullish Bitcoin.
“Artinya, menurut indikator tersebut, Bitcoin saat ini belum mencapai level harga puncaknya. Tapi ada tujuh metrik yang sudah menunjukkan progress lebih dari 70%, mendekati fase puncak bullish,” tambahnya.
Investor Mulai Realisasi Profit
Lebih lanjut, Fahmi menyebut Bitcoin kini berada di fase distribusi awal dalam siklus jangka menengah. Banyak investor yang telah memperoleh keuntungan mulai merealisasikan profit mereka di tengah ketidakpastian global.
“Meskipun belum mencapai puncak harga siklus, potensi kenaikan lanjutan masih terbuka. Namun, investor konservatif mungkin akan memilih mengamankan posisi sambil menunggu kejelasan faktor makro yang dapat mendukung pertumbuhan aset risk-on seperti Bitcoin,” katanya.
Menariknya, data menunjukkan jumlah Bitcoin yang tersimpan di bursa perdagangan justru menurun. Artinya, semakin banyak pemilik yang menarik aset mereka ke dompet pribadi.
“Fenomena ini mengindikasikan meningkatnya kecenderungan investor untuk menyimpan Bitcoin jangka panjang, yang dapat memperkuat nilai kelangkaannya,” ujar Fahmi.
Masih Layak untuk Investasi Jangka Panjang
Meski harga melemah, Fahmi menilai Bitcoin tetap menjadi aset menarik bagi investor jangka menengah hingga panjang. “Tren akumulasi dan narasi Bitcoin sebagai cadangan aset institusional masih kuat,” ujarnya.
Sementara bagi trader yang ingin memanfaatkan potensi rebound, kondisi ini bisa menjadi peluang meski risikonya tinggi. “Struktur pasar saat ini menunjukkan bahwa likuiditas dan narasi makro masih berperan besar. Selain Bitcoin, altcoin di sektor AI dan RWA juga mulai menunjukkan kepercayaan diri investor,” kata Fahmi.
Ia juga mengingatkan pentingnya keamanan dan kecepatan platform dalam berinvestasi kripto. “Pilihlah exchange yang terdaftar dan diawasi OJK, serta memiliki eksekusi transaksi cepat agar investor tak kehilangan momentum pasar,” tutupnya.*
