Kesenjangan Komitmen Net Zero: Hanya 18% Perusahaan Asia-Pasifik yang Tervalidasi Independen

Scope 3 Emission Comes from Agriculture Practice

Zurich, Sebuah studi terbaru PwC–NUS Business School (2025) mengungkapkan adanya kesenjangan besar dalam komitmen iklim perusahaan di Asia-Pasifik. Dari 53% perusahaan yang telah menetapkan target Net Zero, hanya 18% yang tervalidasi secara independen oleh Science Based Targets initiative (SBTi).

Laporan itu juga menyoroti masih sedikit perusahaan yang melaporkan emisi Scope 3, padahal porsi emisi ini bisa mencapai lebih dari 90% jejak iklim perusahaan. Kondisi ini memicu skeptisisme investor terhadap target iklim yang hanya sebatas janji, sementara konsumen semakin menuntut transparansi. Tanpa verifikasi yang kuat, klaim keberlanjutan berisiko dianggap sebagai greenwashing.

Scope 3, Tantangan Terbesar

Emisi Scope 1 dan 2 relatif mudah dihitung karena terkait langsung dengan fasilitas dan energi yang digunakan perusahaan. Namun, Scope 3—emisi tidak langsung dari seluruh rantai pasok—menjadi tantangan terbesar. Emisi ini meliputi deforestasi akibat pasokan bahan baku, penggunaan pupuk, transportasi logistik, hingga limbah produk.

“Banyak perusahaan menetapkan target Net Zero yang ambisius, tetapi tantangan sebenarnya adalah bagaimana membuktikannya,” ujar Andre Mawardhi, Senior Manager Agriculture and Environment di KOLTIVA. “Scope 3 tidak bisa ditangani hanya dengan estimasi. Tanpa data di tingkat lahan yang kredibel, target berisiko dianggap sekadar aspirasi namun tanpa kemajuan yang terukur.”

Menurut Marketwatch (2024), emisi Scope 3 bisa mencapai puluhan kali lipat dari gabungan Scope 1 dan 2. Namun, sebagian besar perusahaan masih mengandalkan faktor emisi generik, yang semakin dipertanyakan oleh regulator dan investor.

Pentingnya Verifikasi Lapangan

Para ahli menegaskan, pengukuran Scope 3 harus bergeser dari estimasi rata-rata menuju data spesifik di lapangan. Variasi tata guna lahan, penggunaan pupuk, hingga logistik berbeda di setiap wilayah, sehingga model global tidak bisa sepenuhnya mencerminkan realitas.

KOLTIVA, misalnya, menugaskan agronomis lokal untuk bekerja langsung dengan petani kecil agar data lebih akurat. “Menilai emisi bersama petani di lapangan memberi kami titik masuk untuk perubahan nyata,” tambah Andre. “Baik dengan menyesuaikan penggunaan pupuk, memperbaiki persiapan lahan, atau mengubah limbah tanaman menjadi biochar, langkah-langkah praktis ini menurunkan emisi sekaligus membangun kepercayaan.”

Strategi KOLTIVA

KOLTIVA mengembangkan pendekatan ganda: menggabungkan keterlacakan digital dengan verifikasi lapangan. Sistem KoltiTrace MIS memungkinkan pencatatan emisi langsung dari lahan dan pemasok, terintegrasi dengan Cool Farm Tool untuk mengukur emisi gas rumah kaca, penyerapan karbon tanah, hingga dampak keanekaragaman hayati.

Langkah ini, menurut perusahaan, tidak hanya menjaga transparansi rantai pasok, tetapi juga memberdayakan petani melalui pelatihan cerdas iklim dan insentif berbasis kinerja.

Regulasi dan Peluang

Tekanan regulasi juga semakin meningkat. Uni Eropa melalui Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) mewajibkan perusahaan besar melaporkan emisi Scope 3 dalam laporan tahunan. Kegagalan memenuhi kewajiban ini dapat berujung sanksi, reputasi buruk, hingga hilangnya akses pembiayaan dan pasar.

“Scope 3 adalah tempat aksi iklim benar-benar terjadi,” kata Manfred Borer, CEO dan Co-Founder KOLTIVA. “Tanpa transparansi rantai pasok, target iklim berisiko menjadi janji di atas kertas. Dengan menggabungkan teknologi dan keterlibatan lapangan, kami memastikan perusahaan tidak hanya menghitung tetapi juga mengurangi emisi mereka.”

Manfred menambahkan, verifikasi Scope 3 memberikan keunggulan kompetitif. “Perusahaan yang mampu membuktikan pengurangan nyata akan membuka akses pembiayaan iklim, memperkuat kepercayaan konsumen, dan mengamankan posisi mereka dalam ekonomi rendah karbon.”

Studi ini menegaskan bahwa Scope 3 menjadi ujian nyata bagi klaim keberlanjutan korporasi. Data yang terverifikasi di tingkat lapangan bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga kunci memulihkan kepercayaan publik dan membuktikan bahwa Net Zero lebih dari sekadar slogan.*