Road Safety Fellowship 2025 Dorong Regulasi Teknologi Keselamatan Roda Dua Demi Lindungi Generasi Emas

JAKARTA, Lonjakan angka kecelakaan lalu lintas, terutama yang melibatkan kendaraan roda dua, menjadi perhatian serius dalam Road Safety Fellowship 2025 yang digelar Pijar Foundation bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Program ini mendorong pembentukan regulasi keselamatan kendaraan roda dua berbasis teknologi, sebagai bagian dari strategi perlindungan terhadap generasi produktif menuju Indonesia Emas 2045.

Digelar pada 16–17 Juli 2025 di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, forum ini mempertemukan lebih dari 30 aparatur sipil negara dari 12 kementerian dan lembaga strategis. Mereka membahas langkah konkret untuk membentuk sistem keselamatan yang progresif, adaptif, dan inklusif—khususnya terkait teknologi pengereman dan fitur keselamatan aktif lainnya.

“Bonus demografi akan sia-sia jika generasi produktif meninggal di jalan. Tanpa sistem keselamatan yang memadai dan regulasi yang tegas, ini akan menjadi ancaman mematikan bagi masa depan bangsa,” ujar Kepala LAN, Dr. Muhammad Taufiq, DEA.

Lonjakan Kecelakaan Roda Dua, Ancaman Nyata bagi Generasi Muda

Data Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri menunjukkan, kecelakaan yang melibatkan kendaraan roda dua meningkat lebih dari 50 persen dalam lima tahun terakhir. Pada 2024, tercatat lebih dari 150.000 kasus, dengan korban jiwa mencapai 26.893 orang—mayoritas dari kelompok usia 15–24 tahun.

“Ini bukan sekadar angka. Setiap jam, ada tiga nyawa melayang akibat kecelakaan di jalan. Tanpa intervensi kebijakan yang kuat, Indonesia bisa kehilangan aset terpentingnya untuk menyongsong 2045,” tegas Cazadira F. Tamzil, Executive Director Pijar Foundation.

Teknologi Sebagai Solusi: Dorongan Adopsi Sistem Pengereman ABS

Pakar transportasi dari ITB, Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, Ph.D., memaparkan bahwa 50% pengendara tidak sempat merespons sebelum tabrakan terjadi, padahal rata-rata waktu reaksi hanya 0,75 detik. Hal ini menegaskan pentingnya teknologi seperti sistem pengereman anti-lock braking system (ABS) untuk meminimalisasi kecelakaan fatal.

“Negara-negara seperti Malaysia telah menetapkan ABS sebagai fitur wajib bagi motor baru, dan hasilnya signifikan: angka kecelakaan dan kematian menurun hingga 30 persen,” ujarnya.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Dr. Drs. Aan Suhanan, M.Si., yang diwakili oleh Direktur Sarana dan Keselamatan Jalan Yusuf Nugroho, ST, MT, menyebut bahwa kebijakan harus responsif terhadap perkembangan teknologi.

“Kebijakan keselamatan harus selaras dengan inovasi kendaraan, termasuk sistem pengereman dan fitur yang meningkatkan kestabilan serta efisiensi.”

Regulasi Inklusif dan Task Force Lintas Kementerian

Road Safety Fellowship 2025 juga menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, antara lain:

  • Peninjauan kembali UU LLAJ 2009, Permenhub 12/2019, dan PP 55/2012.
  • Pembentukan Task Force lintas Kementerian/Lembaga untuk merumuskan kebijakan teknologi keselamatan.
  • Uji coba teknologi di proving ground dan penyusunan roadmap implementasi 5–10 tahun ke depan.
  • Kewajiban edukasi teknologi oleh produsen serta integrasi kurikulum keselamatan di sekolah menengah.

Kombes Pol Arief Bahtiar, S.I.K., M.M., dari Korlantas Polri, menegaskan pentingnya melindungi kelompok usia produktif dari risiko kecelakaan lalu lintas.

“Jika kita gagal melindungi mereka, Indonesia akan kehilangan kekuatan demografinya. Kecelakaan bukan hanya soal kerugian ekonomi, tapi juga trauma sosial dan kehilangan yang tak tergantikan.”

Menuju Sistem Keselamatan Jalan yang Progresif

Sejalan dengan target global WHO untuk menurunkan fatalitas lalu lintas hingga 50 persen, Road Safety Fellowship 2025 menjadi pijakan awal menuju sistem keselamatan jalan yang berbasis riset, teknologi, dan kolaborasi multisektor.

Dengan komitmen lintas kementerian dan dukungan data dari perguruan tinggi, Indonesia diharapkan dapat segera mengadopsi standar keselamatan global bagi kendaraan roda dua—menjadikan keselamatan bukan hanya prioritas, tetapi bagian dari visi besar menuju Indonesia Emas 2045.